Minggu, 16 Agustus 2009

MENGHENINGKAN CIPTA, MULAI!!


Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, segala puja dan puji syukur hamba persembahkan pada-Mu Tuhan, atas segala limpahan karunia-Mu pada rakyat dan negeri kami, Indonesia.

Ya Tuhan, berkatilah para Pahlawan yang telah membebaskan bangsa kami dari belenggu tirani, karena atas jasa mereka, kami bisa menghirup udara kebebasan ini.

Ya Tuhan, limpahkan energi kerja keras pada bangsa kami, agar kami bisa membangun negeri kami menjadi Indonesia mandiri dan bermartabat,

Terimakasih tak terkira kami haturkan pada-Mu, Tuhan Yang Maha Agung

Selasa, 14 Juli 2009

MICHAEL JACKSON LAYAK DAPAT NOBEL






Pertama kali saya mengenalnya bukan sebagai seorang penyanyi, tapi sebagai orang yang bisa merubah warna kulit. Waktu itu mungkin saya masih SD. Belakangan saya mengenalnya sebagai seorang penyanyi lewat video klip lagu “Heal The World” yang betul-betul membuat saya terharu. Mungkin, video klip ini yang pertama kali membuka mata saya tentang sisi gelap dunia yang dilanda perang dan bencana. Waktu itu, pada tayangan Dunia dalam Berita di TVRI (kebetulan Bapak saya sedang nonton, karena seusia itu saya tidak suka acara berita ), saya melihat Tentara Serbia membantai penduduk Bosnia Herzegovina termasuk didalamnya anak-anak seusia saya (termasuk anak wanita yang tewas sambil memegang bonekanya). Masih segar dalam ingatan, bagaimana tentara Israel membombardir Palestina. Terlihat jelas di TV bagaimana orang tua yang menangisi anak-anaknya yang telah terbungkus dalam kain kafan.
Terlepas dari segala kontroversi yang ditujukan kepadanya, saya sangat menghargai sosok Michael Jackson lewat karya-karyanya yang menjadi sumber inspirasi bagi perdamaian dunia serta aksi-aksi sosialnya membantu anak-anak terlantar di berbagai belahan dunia. Menurut saya, Michael Jackson layak mendapat Nobel Perdamaian/Kemanusiaan atas semua kontribusinya bagi dunia.
Jacko, Semoga damai dialam sana.
Semoga tidak ada lagi peperangan, penindasan dan penistaan terhadap harkat dan martabat manusia.

Kamis, 02 Juli 2009

TANJUNG HARAPAN

Tatkala butiran embun itu telah menetes di sela dedaunan
Fajar merekah, langit pun tak lagi suram
Tiba saatnya menjawab pangilan sang kala untuk bertarung melawan nasib
Tapi ada yang aneh kali ini
Api itu tak lagi berkobar seperti hari yang lalu
Angin badai kehidupan bertiup terlalu kencang

Kucoba bertanya pada hati
Apa gerangan yang tersembunyi dibalik tebalnya kabut itu
Yang membuat jiwa terasa beku dan pikiran berjalan tanpa mata hati
Aku kehilangan indahnya hari
Keindahan dibalik rasa syukur

Saatnya kutatap hidup dengan kepala tegak
Tak lupa dihiasi indahnya senyum
Dibakar dengan semangat membara
Cinta pada hidup dan kehidupan

Dibawah naungan kasihMu
Kukayuh perahuku menuju tanjung harapan

Jumat, 19 Juni 2009

BALI BUKAN SAPI PERAH IMPERIALIS EKONOMI

Seiring laju modernisasi peradaban manusia, terpaan gelombang globalisasi yang membawa serta angin perubahan telah merambah berbagai sisi kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Telah beberapa dekade lamanya, industri pariwisata yang mengalir mendominasi kegiatan perekonomian masyarakat Bali selain sektor pertanian, bahkan sektor-sektor lain seperti perdagangan dan jasa, ditujukan untuk mem-back up industri pariwisata.
Harus diakui, pariwisata telah memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat (membuka lapangan pekerjaan), mempercepat penyerapan teknologi dan merangsang laju pembangunan infrastruktur di Bali. Tapi bagaimana dampaknya terhadap alam serta eksistensi manusia dan kebudayaan Bali, yang membedakan Bali dengan tempat-tempat lain di bumi?. Dari pinggir pantai sampai lereng bukit, banyak lahan yang telah beralih fungsi menjadi sarana penunjang pariwisata termasuk berjamurnya pembangunan apartemen dan kondominium belakangan ini. Memang, pemegang otoritas kebijakan telah membuat RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), dsb, tapi masalah klasiknya terletak pada kelemahan substansi dan penegakan peraturan. Kehadiran fasilitas kondominium, apartemen dan sebangsanya perlu dikaji secara komprehensif, bukan dari segi penerimaan pajaknya saja, melainkan juga dari segi nilai manfaat sosialnya terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat Bali dan ajegnya identitas budaya Bali yang bernafaskan Hindu. Jangan jadikan Bali sebagai objek eksploitasi kaum imperialis ekonomi karena itu akan menyuburkan liberalisasi ekonomi dan menimbulkan efek ketergantungan terhadap pemodal besar sehingga segala produk kebijakan yang menentukan arah pembangunan Bali ditentukan oleh kepentingan mereka.

Pembangunan kondominum dan apartemen yang marak belakangan ini perlu dikaji prosesnya secara mendetail baik dari segi aturan tata guna lahan, tata bangunan (adaptasi terhadap arsitektur Bali), dampak terhadap lingkungan (secara fisik dan nonfisik), keterlibatan SDM lokal, transfer pengetahuan dan teknologi serta kontribusinya terhadap pembangunan daerah baik dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Dengan kata lain segala bentuk kerjasama dengan investor harus bisa membuat kita optimis bahwa generasi mendatang bisa menikmati situasi dan kondisi Bali yang lebih baik daripada yang kita nikmati sekarang. Dalam hal ini, jenis dan sistem pembangunan yang mendatangkan manfaat berkelanjutan (sustainable development) perlu menjadi pilihan utama. Jadi tidak seperti menambang emas, setelah emasnya habis dikeruk, lahan pertambangannya dibiarkan terbengkalai dan pekerjanya kembali menyandang gelar pengangguran.

Untuk jangka pendek, pemerintah perlu merancang model-model investasi alternatif yang dapat disodorkan kepada investor, seperti investasi pada bidang infrastruktur umum, pertanian organik, pertanian lahan kering, peternakan bibit unggul Bali, perikanan dan kelautan serta alternatif lainnya. Terkait dengan hal ini diperlukan pemetaan potensi daerah secara aktif dan terpadu. Walaupun sulit, asalkan ada kemauan, kerja keras, dan partisipasi aktif pemerintah bersama masyarakat, pastilah ada jalan untuk mengoptimalkan potensi-potensi daerah tersebut sehingga mendatangkan manfaat bagi kita bersama. Perlu disadari bahwa segala bentuk proses pembangunan yang kita lakukan sekarang tujuan jangka panjangnya adalah untuk kemandirian rakyat Bali. Muara dari kemandirian itu adalah terciptanya ketahanan ekonomi krama Bali yang handal, sehingga kita tidak perlu terlalu banyak bergantung pada investor. Terkait dengan hal itu pemerintah hendaknya mengarahkan sektor perbankan (terutama bank-bank pemerintah) agar tidak terlalu banyak menyalurkan dana untuk memodali developer kondominium dan apartemen, tapi hendaknya lebih banyak membantu pengembangan koperasi banjar, LPD, koperasi petani, peternak, pengrajin, pedagang pasar, serta industri rumah tangga.

Senin, 11 Mei 2009

SOMETHING WRONG WITH BALI



Data-data memprihatinkan tentang Bali:

1. Sawah Bali kini diperkirakan tinggal sekitar 80.000 hektar dan tiap tahun menciut rata-rata 870 hektar karena alih fungsi lahan ke non-pertanian (Sutawan,2000).
2. Krisis air sudah terjadi ketika penduduk Bali masih 3 juta jiwa dan kamar hotel masih berjumlah 35.000 kamar, lalu bagaimana dengan Bali kini dengan penduduk sekitar 4 juta jiwa dan kamar hotel melampaui 52.000 buah, belum terhitung villa tanpa izin (gelap), di Badung saja diperkirakan 350 buah villa dengan 2000 kamar (BTN, 2007). Setelah itu, karena PDAM di kabupaten Badung hanya mampu menghasilkan air minum bersih pada tingkat 1.210 liter/detik, sedangkan permintaan tahun 2003 saja 1700 liter/dtk. Ini berarti, kabupaten terkaya di Bali karena pajak hotel & restoran yang berlimpah, sejak 2003 sudah kekurangan 490 liter/detik, yang untuk sementara ditutupi dengan membeli dari Kab. Gianyar dan Tabanan.



3. Pantai-pantai di Bali telah tererosi, masing-masing sebesar rata-rata 125 m2 per tahunnya dan hilangnya 25.000 hektar hutan dalam dekade terakhir ini.
4. Jumlah Subak yang tersisa di Bali tercatat 1.599 buah pada th 2006, ini berarti ada beberapa Subak yang telah punah ditelan zaman.
5. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata Investasi di sektor pertanian sekitar 0,5 %, sedangkan di sektor pariwisata sekitar 95 %. Sektor pertanian semakin terpinggirkan, bagaimana nasib para petani?


6. Dari jumlah Orang Bali yang bekerja di 66 hotel terakreditasi (th 2002), 77 hotel (th 2003), yang menduduki posisi pimpinan hanya 1,79%. Sementara dari jumlah orang luar Bali yang bekerja pada hotel di Bali, 9,21%-nya menempati posisi pimpinan, dan dari jumlah orang asing yang bekerja pada hotel di Bali, semuanya (100%), menempati posisi pimpinan. Ada apa dengan SDM kita?

Senin, 13 April 2009

MELETAKKAN MASA DEPAN BANGSA DIATAS LEMBARAN UANG (MONEY POLITICS)


Oleh: Sunandana
Bulan April ini menjadi bulan yang spesial bagi rakyat Indonesia, pasalnya pada bulan ini terdapat dua agenda penting yang menentukan nasib bangsa yang besar ini kedepan. Ya, Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden menjadi pesta demokrasi rakyat sekaligus arena “pertarungan” para Caleg dan Capres untuk memenangkan hati rakyat.
Dari uraian tadi, kedengarannya Pemilu seperti barang berharga yang begitu mulia, tapi semulia itukah pelaksanaannya?
Mungkin sudah menjadi rahasia umum kalau perebutan suara rakyat identik dengan money politic. Upaya-upaya yang dilakukan para Caleg untuk merebut simpati, cenderung disertai dengan pemberian sejumlah materi sebagai imbalannya. Adakah caleg yang tidak bermodal? Pengerahan massa untuk kompanye, pesta pora, sumbangan, dan alat promosi sejenisnya, semuanya perlu duit. Pemilu menjadi saat yang tepat untuk berinvestasi, karena bunga investasi ini akan ditarik setiap bulan setelah dilantik menjadi wakil rakyat. Jadi hukum rimba berlaku disini, siapa yang kuat (bermodal besar) dialah yang menang, masalah kualitas tidak usah terlalu dipikirkan.
Pelaksanaan Pemilu ini membuat saya bertanya-tanya, sudah siapkah rakyat kita untuk berdemokrasi? Adanya transaksi suara secara besar-besaran membuat saya pesimis akan hal itu. Haruskah kita berdalih bahwa keadaan ekonomi yang sulit menjadi alasan untuk mengais rejeki saat Pemilu dengan cara menjual suara. Saya berpikir, para pahlawan kita hidup dengan penuh penderitaan dan merelakan jiwa raganya agar kita bisa menjadi bangsa yang merdeka, bangsa yang bermartabat. Dan sekarang kita meletakkan harkat & martabat bangsa itu diatas lembaran uang hasil penjualan suara.
Bila benar demikian, maka demokrasi dan nasionalisme hanyalah sekedar sampah di negeri ini.

Sabtu, 28 Maret 2009

DARI BANGUNAN ANEH SAMPAI KE YOGA CENTER


Aneh, banyak orang yang berkata begitu ketika melihat bangunan ini. Entah apa yang ada di benak Ayahanda ketika beliau membuat bangunan ini dulu. Menurut beliau bangunan ini menganalogi bentuk angsa. Kenapa angsa? Beliau bertutur bahwa angsa adalah cermin kebijaksanaan, angsa mampu memilah dan memilih makanannya yang bercampur lumpur sekalipun. Bangunan yang dibangun pada tahun 1984 ini, berdiri kokoh diatas sebidang tanah seluas 9 are, dipinggir Pantai Masceti, Gianyar, Bali. Dulu, bangunan ini difungsikan sebagai tempat praktek sekolah pariwisata. Dalam perjalanan, sekolah yang juga didirikan Ayahanda itu ditutup karena biaya operasional yang terlalu tinggi, tak sebanding dengan jumlah siswa, sehingga bangunan ini keropos dimakan usia.
Dalam pikiran saya, terlintas sebuah visi untuk menjadikan tempat ini sebagai Yoga Center. Kenapa?
Pertama, lingkungan alamnya mendukung untuk itu. Pantai Masceti memiliki view pantai berpadu dengan view persawahan yang indah. Perlu diketahui, pariwisata yang dikembangkan disini adalah wisata alam bernuansa spiritual, karena berada dalam radius kawasan suci Pura Masceti.
Kedua, akses menuju tempat ini sangatlah mudah dan cepat. Dengan adanya Jalan By Pass Prof. IB Mantra, tempat ini bisa dicapai dalam waktu 20 menit dari pusat kota Denpasar, 25 menit dari Ubud dan 1 jam dari Bandara Ngurah Rai.
Ketiga, meditasi/yoga mungkin akan menjadi kebutuhan umat manusia di zaman ini. Ditengah kesibukan yang terus mendera, mungkin banyak diantara kita yang memerlukan ketenangan bathin dengan cara bermeditasi bersama ditempat yang mendukung untuk itu.
Untuk mewujudkan visi tersebut terdapat banyak kendala terutama dari segi permodalan untuk merenovasi bangunan tersebut sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk bermeditasi. Mungkin ada baiknya juga kalau Yoga Center ini dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti kedai vegetarian, perpustakaan dengan ruang baca terbuka sambil menikmati view pantai dan persawahan yang begitu tenang.
Dengan doa dan usaha, semoga visi ini bisa terwujud suatu saat nanti.

Rabu, 25 Maret 2009

LEMBAYUNG SENJA MENJADI SAKSI

Minggu, 22 Maret 2009, Pkl:17.00 WITA
Sore ini, kubuka laptopku di teras rumah, ditemani secangkir kopi dan sesekali menikmati hamparan sawah yang tampak akur dengan sunset di kejauhan. Tak tahu apa yang harus kutulis, terlalu banyak hal yang tertimbun dalam otak. Begitu banyak kenangan, rencana dan impian, sampai-sampai aku lupa bahwa ini hari Minggu, suatu hari yang jarang bisa kunikmati selayaknya hakikat hari Minggu. Ketika kuingat hari-hari yang telah berlalu, sering hanya kekecewaan, ketidakpuasan, penyesalan dan mahluk sejenisnya yang datang. Hidup terasa jauh dari rasa syukur.
Sering kubaca dan kudengar cerita orang tentang keikhlasan, tapi ternyata ilmu ikhlas itu sungguh tak gampang untuk diparaktekkan. Seringkali perasaanku berkata pada pikiranku, ”Be Positif”, tapi ia tak mau dengar.
Tapi, di sore ini, lembayung senja menjadi saksi, kukatakan pada pikiran dan hati nuraniku bahwa aku akan berubah. Aku tidak menghapus kenangan akan kesalahan, kecerobohan, dan kegagalan yang telah berlalu, tapi berusaha menerimanya sebagai suatu proses pembelajaran hidup.
Setulus hati, kupanjatkan puji syukur pada-Mu Tuhan, atas segala limpahan karunia yang tak kusadari telah begitu banyak Engkau anugrahkan pada hamba. Mohon ampuni segala dosa hamba.
Hari ini kucoba memetakan hidupku, dimana posisiku? Kemana aku harus melangkah? Apa yang hendak kucapai? Ibarat sebuah negara aku harus menyusun rencana strategis jangka pendek, menengah, dan jangka panjang lalu menjalaninya dengan senyum.
Tuhan, izinkanlah masa depan yang gemilang menyambutku disana dengan senyum bangga.

Sabtu, 14 Maret 2009

BALI DIBALIK TIRAI GLOBALISASI

Memang, modernisasi dan globalisasi telah membawa kemajuan dan kemudahan pada peradaban manusia. Laju globalisasi yang mengatasnamakan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik telah merambah berbagai aspek kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Tak bisa dipungkiri, di dunia ini hanya perubahanlah yang abadi. Semua mahluk termasuk manusia dituntut untuk selalu bisa mengadaptasi perubahan, baik secara evolusi atau revolusi, agar tidak terkena “seleksi alam”. Perubahan itupun tampak jelas di salah satu belahan kecil dunia yang tersohor dengan sebutan Pulau Dewata.
Kontras, kiranya itu pilihan kata yang cocok untuk menggambarkan kondisi Bali tempo dulu dengan sekarang. Tulisan ini bukan bermaksud menatap perubahan dengan wajah prihatin dan pesimis, tapi mencoba untuk memaknai perubahan yang telah terjadi dan mengarahkannya lebih lanjut, agar bisa mendatangkan manfaat bagi Bali, Bali yang utuh, baik manusia, alam, dan budayanya.

Implikasi Pariwisata terhadap Perekonomian dan Lingkungan Bali.
Pada bidang ekonomi, geliat industri pariwisata telah mendominasi kegiatan perekonomian masyarakat Bali selain sektor pertanian, bahkan sektor-sektor lain seperti perdagangan dan jasa, banyak yang membackup industri pariwisata. Daya tarik Bali sebagai destinasi wisata yang sangat populer, telah membuat pariwisata sebagai barometer laju pertumbuhan ekonomi Bali. Harus diakui, pariwisata telah memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat (membuka lapangan pekerjaan), memperluas wawasan, dan merangsang laju pembangunan infrastruktur di Bali. Tapi bagaimana dengan dampak negatifnya? Secara langsung maupun tidak, pariwisata memiliki andil besar dalam mengeksploitasi alam Bali yang bermuara pada degradasi kualitas lingkungan. Dari pinggir pantai sampai lereng bukit, banyak lahan yang telah beralih fungsi menjadi sarana penunjang pariwisata. Memang, pemegang otoritas kebijakan telah membuat RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), dsb, tapi masalah klasiknya terletak pada penegakan peraturan. Kehadiran fasilitas pariwisata sangat diperlukan untuk memutar roda perekonomian Bali, tapi pembangunannya hendaknya jangan terlalu sporadis dan main hantam disembarang tempat, sehingga bisa menyimpang dari hakikat pembangunan Bali seutuhnya yang berlandaskan konsep Tri Hita Karana. “Bukan Bali untuk Pariwisata melainkan Pariwisata untuk Bali”, begitu bunyi semboyan lama yang kiranya pantas untuk diresapi dan dilaksanakan secara konsisten oleh para pelaku pariwisata di Bali. Dengan kata lain kemajuan industri pariwisata Bali, bukan ditujukan untuk memupuk kapitalisme, materialisme, dan keserakahan pemanfaatan alam dengan mengesampingkan tatanan nilai-nilai kearifan budaya lokal yang ada.
Nilai budaya yang dimaksud bukan berarti mempraktekkan adat kebiasaan yang sama secara turun temurun, tapi intinya terletak pada kemauan dan kemampuan rakyat Bali untuk mensinergikan adat istiadat dengan tuntutan perkembangan zaman. Dalam kata tradisi terkandung sifat yang dinamis, dan dinamika itulah yang perlu diarahkan supaya tidak menghancurkan identitas tradisi itu sendiri. Tiada pilihan lain, rakyat Bali harus bekerja keras untuk menciptakan ketahanan ekonomi yang handal, ketahanan yang dimaksud tercipta apabila rakyat Bali bisa menjadi “tuan rumah di rumah sendiri”, menjadi “tuan rumah” berarti potensi dan aset ekonomi yang dimiliki Bali dikelola oleh dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Bali. Terdengar bagus memang tapi susah, memang susah tapi harus dilaksanakan untuk menyelamatkan masa depan Bali.
Lalu, bagaimana dengan investor? Ya, kita perlu mereka. Ibaratnya, kita punya barang, mereka punya uang, tapi disini harus jelas apa yang bisa kita tawarkan dan apa yang bisa mereka beli, serta bagaimana model jual belinya? Mungkin, jawaban bisa tercermin dalam dua kata ini yaitu sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan). Jadi tidak seperti menambang emas, setelah emasnya habis dikeruk, lahan pertambangannya dibiarkan terbengkalai dan pekerjanya kembali menyandang gelar pengangguran, dengan kata lain segala bentuk kerjasama dengan investor harus bisa membuat kita optimis bahwa generasi mendatang, anak cucu kita, bisa menikmati situasi dan kondisi Bali yang lebih baik daripada yang kita nikmati sekarang.
BERSAMBUNG......

SISTEM PENILAIAN KINERJA KONSULTAN PERENCANA BANGUNAN GEDUNG

Evaluasi terhadap kinerja konsultan perencana sangat diperlukan karena sebagian besar keputusan strategis dan biaya proyek bergantung pada kinerja konsultan yang diimplementasikan dalam dokumen perencanaan proyek. Sistem penilaian terhadap kinerja konsultan perencana bangunan gedung dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam melakukan evaluasi tersebut secara lebih rinci dan terukur.
Susunan hirarki kriteria penilaian kinerja konsultan perencana didapat dari hasil wawancara dengan para responden ahli perencanaan bangunan gedung yang dipilih dengan teknik purposive random sampling, dipadukan dengan hasil studi literatur yang relevan. Analisis dengan metode AHP dilakukan untuk membandingkan tingkat kepentingan antar kriteria melalui matrik perbandingan berpasangan. Dengan perhitungan eigen vektor, maka didapat bobot masing-masing kriteria dan subkriteria.
Pada hirarki kriteria penilaian kinerja konsultan perencana dapat disimpulkan bahwa Kualitas Dokumen Perencanaan merupakan kriteria yang paling penting (41,8%), diikuti Kesesuaian dengan TOR (26%), Aspek Waktu Perencanaan (17,7%), dan Aspek Biaya Perencanaan (14,5%), yang disajikan pada level 2. Pada level 3, Konsistensi Dokumen Perencanaan merupakan kriteria yang paling penting (bobot global 13,9%), diikuti Pertimbangan Constructability dalam Perencanaan (11,3%), Keakuratan Dokumen Perencanaan (10,6%), dan seterusnya sampai dengan kriteria yang memiliki bobot penilaian terkecil yaitu Tercapainya sasaran pada Tahap Persiapan (4,6%). Pada level 4, Konsistensi antara dokumen gambar, RKS dan Engeneer Estimate merupakan subkriteria yang paling penting (bobot global 6,9%), diikuti Penetapan Alokasi Waktu yang Rasional (5,8%), Kesesuaian jenis biaya personil dengan kebutuhan proyek (5,7%) dan seterusnya sampai dengan kriteria yang memiliki bobot penilaian terkecil yaitu Penjelasan penggunaan bahan bangunan (0,7%).
Berdasarkan hirarki penilaian yang telah dilengkapi bobot global semua kriteria, maka dibuatlah tabel sistem penilaian kinerja konsultan perencana bangunan gedung yang disertai dengan petunjuk pemberian skor sebagai panduan penilaian terhadap masing-masing kriteria. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, konsultan perencana dapat diklasifikasikan sesuai tingkat kinerjanya.


ASSESMENT SYSTEM OF PLANNER CONSULTANT SERVICE PERFORMANCE IN HANDLING THE BUILDING DESIGN PROJECT
Evaluation of building design consultant performance is very needed, because most strategic decisions and costs of project base on the consultant performance implementation in design document of project. Assessment system of building design consultant performance with AHP (Analytical Hierarchy Process) method, expected become as reference in the evaluation, so that it will be more detailed and measured.
Assessment criterion hierarchy of building design consultant performance got from the interview result with the expert responders have competence in the field of building design which selected by purposive random sampling technique, combine with relevant literature study result. Analysis with AHP method done to compare the importance level between criterion through comparison matrix. With eigen vector calculation, hence got the assessment weight of each criterion and subcriterion.
According to the assessment criterion hierarchy of building design consultant performance, concluded that Quality of Design Document is the most important criterion ( 41,8%), followed by Relevancy with Term Of Reference (26%), Time Planning ( 17,7%), and Design Cost (14,5%), which presented at level 2. At level 3, Consistency of Design Document is the most important criterion (global weight 13,9%), followed by Constructability of Design Document (11,3%), Accuracy of Design Document (10,6%), and so on down to the criterion have the smallest assessment wight that is Preparation Phase Goals ( 4,6%). At level 4, Consistency among Engeneering Drawing Document, Specification and Engeneer Cost Estimate is the most important subcriterion (global weight 6,9%), followed by Rational Time Schedule (5,8%), Equivalency of Remuneration Cost with Project Requirement (5,7%) and so on, down to the criterion have the smallest assessment wight that is Explanation of Construction Material ( 0,7%).
Based to assessment hierarchy have been completed with the global weight of all criterion, hence make the tables of assessment system for building design consultant performance accompanied with score manual as assessment guidance for each criterion. Based to the assessment result, building design consultant can be classified according to their performance level.

Rabu, 11 Maret 2009

The begining

syukur, akihirnya punya blog juga
tempat merefleksi masa lalu, memfokuskan masa kini & merangkai masa depan,
semoga memberi arti..