Sabtu, 28 Maret 2009

DARI BANGUNAN ANEH SAMPAI KE YOGA CENTER


Aneh, banyak orang yang berkata begitu ketika melihat bangunan ini. Entah apa yang ada di benak Ayahanda ketika beliau membuat bangunan ini dulu. Menurut beliau bangunan ini menganalogi bentuk angsa. Kenapa angsa? Beliau bertutur bahwa angsa adalah cermin kebijaksanaan, angsa mampu memilah dan memilih makanannya yang bercampur lumpur sekalipun. Bangunan yang dibangun pada tahun 1984 ini, berdiri kokoh diatas sebidang tanah seluas 9 are, dipinggir Pantai Masceti, Gianyar, Bali. Dulu, bangunan ini difungsikan sebagai tempat praktek sekolah pariwisata. Dalam perjalanan, sekolah yang juga didirikan Ayahanda itu ditutup karena biaya operasional yang terlalu tinggi, tak sebanding dengan jumlah siswa, sehingga bangunan ini keropos dimakan usia.
Dalam pikiran saya, terlintas sebuah visi untuk menjadikan tempat ini sebagai Yoga Center. Kenapa?
Pertama, lingkungan alamnya mendukung untuk itu. Pantai Masceti memiliki view pantai berpadu dengan view persawahan yang indah. Perlu diketahui, pariwisata yang dikembangkan disini adalah wisata alam bernuansa spiritual, karena berada dalam radius kawasan suci Pura Masceti.
Kedua, akses menuju tempat ini sangatlah mudah dan cepat. Dengan adanya Jalan By Pass Prof. IB Mantra, tempat ini bisa dicapai dalam waktu 20 menit dari pusat kota Denpasar, 25 menit dari Ubud dan 1 jam dari Bandara Ngurah Rai.
Ketiga, meditasi/yoga mungkin akan menjadi kebutuhan umat manusia di zaman ini. Ditengah kesibukan yang terus mendera, mungkin banyak diantara kita yang memerlukan ketenangan bathin dengan cara bermeditasi bersama ditempat yang mendukung untuk itu.
Untuk mewujudkan visi tersebut terdapat banyak kendala terutama dari segi permodalan untuk merenovasi bangunan tersebut sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk bermeditasi. Mungkin ada baiknya juga kalau Yoga Center ini dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti kedai vegetarian, perpustakaan dengan ruang baca terbuka sambil menikmati view pantai dan persawahan yang begitu tenang.
Dengan doa dan usaha, semoga visi ini bisa terwujud suatu saat nanti.

Rabu, 25 Maret 2009

LEMBAYUNG SENJA MENJADI SAKSI

Minggu, 22 Maret 2009, Pkl:17.00 WITA
Sore ini, kubuka laptopku di teras rumah, ditemani secangkir kopi dan sesekali menikmati hamparan sawah yang tampak akur dengan sunset di kejauhan. Tak tahu apa yang harus kutulis, terlalu banyak hal yang tertimbun dalam otak. Begitu banyak kenangan, rencana dan impian, sampai-sampai aku lupa bahwa ini hari Minggu, suatu hari yang jarang bisa kunikmati selayaknya hakikat hari Minggu. Ketika kuingat hari-hari yang telah berlalu, sering hanya kekecewaan, ketidakpuasan, penyesalan dan mahluk sejenisnya yang datang. Hidup terasa jauh dari rasa syukur.
Sering kubaca dan kudengar cerita orang tentang keikhlasan, tapi ternyata ilmu ikhlas itu sungguh tak gampang untuk diparaktekkan. Seringkali perasaanku berkata pada pikiranku, ”Be Positif”, tapi ia tak mau dengar.
Tapi, di sore ini, lembayung senja menjadi saksi, kukatakan pada pikiran dan hati nuraniku bahwa aku akan berubah. Aku tidak menghapus kenangan akan kesalahan, kecerobohan, dan kegagalan yang telah berlalu, tapi berusaha menerimanya sebagai suatu proses pembelajaran hidup.
Setulus hati, kupanjatkan puji syukur pada-Mu Tuhan, atas segala limpahan karunia yang tak kusadari telah begitu banyak Engkau anugrahkan pada hamba. Mohon ampuni segala dosa hamba.
Hari ini kucoba memetakan hidupku, dimana posisiku? Kemana aku harus melangkah? Apa yang hendak kucapai? Ibarat sebuah negara aku harus menyusun rencana strategis jangka pendek, menengah, dan jangka panjang lalu menjalaninya dengan senyum.
Tuhan, izinkanlah masa depan yang gemilang menyambutku disana dengan senyum bangga.

Sabtu, 14 Maret 2009

BALI DIBALIK TIRAI GLOBALISASI

Memang, modernisasi dan globalisasi telah membawa kemajuan dan kemudahan pada peradaban manusia. Laju globalisasi yang mengatasnamakan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik telah merambah berbagai aspek kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Tak bisa dipungkiri, di dunia ini hanya perubahanlah yang abadi. Semua mahluk termasuk manusia dituntut untuk selalu bisa mengadaptasi perubahan, baik secara evolusi atau revolusi, agar tidak terkena “seleksi alam”. Perubahan itupun tampak jelas di salah satu belahan kecil dunia yang tersohor dengan sebutan Pulau Dewata.
Kontras, kiranya itu pilihan kata yang cocok untuk menggambarkan kondisi Bali tempo dulu dengan sekarang. Tulisan ini bukan bermaksud menatap perubahan dengan wajah prihatin dan pesimis, tapi mencoba untuk memaknai perubahan yang telah terjadi dan mengarahkannya lebih lanjut, agar bisa mendatangkan manfaat bagi Bali, Bali yang utuh, baik manusia, alam, dan budayanya.

Implikasi Pariwisata terhadap Perekonomian dan Lingkungan Bali.
Pada bidang ekonomi, geliat industri pariwisata telah mendominasi kegiatan perekonomian masyarakat Bali selain sektor pertanian, bahkan sektor-sektor lain seperti perdagangan dan jasa, banyak yang membackup industri pariwisata. Daya tarik Bali sebagai destinasi wisata yang sangat populer, telah membuat pariwisata sebagai barometer laju pertumbuhan ekonomi Bali. Harus diakui, pariwisata telah memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat (membuka lapangan pekerjaan), memperluas wawasan, dan merangsang laju pembangunan infrastruktur di Bali. Tapi bagaimana dengan dampak negatifnya? Secara langsung maupun tidak, pariwisata memiliki andil besar dalam mengeksploitasi alam Bali yang bermuara pada degradasi kualitas lingkungan. Dari pinggir pantai sampai lereng bukit, banyak lahan yang telah beralih fungsi menjadi sarana penunjang pariwisata. Memang, pemegang otoritas kebijakan telah membuat RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), dsb, tapi masalah klasiknya terletak pada penegakan peraturan. Kehadiran fasilitas pariwisata sangat diperlukan untuk memutar roda perekonomian Bali, tapi pembangunannya hendaknya jangan terlalu sporadis dan main hantam disembarang tempat, sehingga bisa menyimpang dari hakikat pembangunan Bali seutuhnya yang berlandaskan konsep Tri Hita Karana. “Bukan Bali untuk Pariwisata melainkan Pariwisata untuk Bali”, begitu bunyi semboyan lama yang kiranya pantas untuk diresapi dan dilaksanakan secara konsisten oleh para pelaku pariwisata di Bali. Dengan kata lain kemajuan industri pariwisata Bali, bukan ditujukan untuk memupuk kapitalisme, materialisme, dan keserakahan pemanfaatan alam dengan mengesampingkan tatanan nilai-nilai kearifan budaya lokal yang ada.
Nilai budaya yang dimaksud bukan berarti mempraktekkan adat kebiasaan yang sama secara turun temurun, tapi intinya terletak pada kemauan dan kemampuan rakyat Bali untuk mensinergikan adat istiadat dengan tuntutan perkembangan zaman. Dalam kata tradisi terkandung sifat yang dinamis, dan dinamika itulah yang perlu diarahkan supaya tidak menghancurkan identitas tradisi itu sendiri. Tiada pilihan lain, rakyat Bali harus bekerja keras untuk menciptakan ketahanan ekonomi yang handal, ketahanan yang dimaksud tercipta apabila rakyat Bali bisa menjadi “tuan rumah di rumah sendiri”, menjadi “tuan rumah” berarti potensi dan aset ekonomi yang dimiliki Bali dikelola oleh dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Bali. Terdengar bagus memang tapi susah, memang susah tapi harus dilaksanakan untuk menyelamatkan masa depan Bali.
Lalu, bagaimana dengan investor? Ya, kita perlu mereka. Ibaratnya, kita punya barang, mereka punya uang, tapi disini harus jelas apa yang bisa kita tawarkan dan apa yang bisa mereka beli, serta bagaimana model jual belinya? Mungkin, jawaban bisa tercermin dalam dua kata ini yaitu sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan). Jadi tidak seperti menambang emas, setelah emasnya habis dikeruk, lahan pertambangannya dibiarkan terbengkalai dan pekerjanya kembali menyandang gelar pengangguran, dengan kata lain segala bentuk kerjasama dengan investor harus bisa membuat kita optimis bahwa generasi mendatang, anak cucu kita, bisa menikmati situasi dan kondisi Bali yang lebih baik daripada yang kita nikmati sekarang.
BERSAMBUNG......

SISTEM PENILAIAN KINERJA KONSULTAN PERENCANA BANGUNAN GEDUNG

Evaluasi terhadap kinerja konsultan perencana sangat diperlukan karena sebagian besar keputusan strategis dan biaya proyek bergantung pada kinerja konsultan yang diimplementasikan dalam dokumen perencanaan proyek. Sistem penilaian terhadap kinerja konsultan perencana bangunan gedung dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam melakukan evaluasi tersebut secara lebih rinci dan terukur.
Susunan hirarki kriteria penilaian kinerja konsultan perencana didapat dari hasil wawancara dengan para responden ahli perencanaan bangunan gedung yang dipilih dengan teknik purposive random sampling, dipadukan dengan hasil studi literatur yang relevan. Analisis dengan metode AHP dilakukan untuk membandingkan tingkat kepentingan antar kriteria melalui matrik perbandingan berpasangan. Dengan perhitungan eigen vektor, maka didapat bobot masing-masing kriteria dan subkriteria.
Pada hirarki kriteria penilaian kinerja konsultan perencana dapat disimpulkan bahwa Kualitas Dokumen Perencanaan merupakan kriteria yang paling penting (41,8%), diikuti Kesesuaian dengan TOR (26%), Aspek Waktu Perencanaan (17,7%), dan Aspek Biaya Perencanaan (14,5%), yang disajikan pada level 2. Pada level 3, Konsistensi Dokumen Perencanaan merupakan kriteria yang paling penting (bobot global 13,9%), diikuti Pertimbangan Constructability dalam Perencanaan (11,3%), Keakuratan Dokumen Perencanaan (10,6%), dan seterusnya sampai dengan kriteria yang memiliki bobot penilaian terkecil yaitu Tercapainya sasaran pada Tahap Persiapan (4,6%). Pada level 4, Konsistensi antara dokumen gambar, RKS dan Engeneer Estimate merupakan subkriteria yang paling penting (bobot global 6,9%), diikuti Penetapan Alokasi Waktu yang Rasional (5,8%), Kesesuaian jenis biaya personil dengan kebutuhan proyek (5,7%) dan seterusnya sampai dengan kriteria yang memiliki bobot penilaian terkecil yaitu Penjelasan penggunaan bahan bangunan (0,7%).
Berdasarkan hirarki penilaian yang telah dilengkapi bobot global semua kriteria, maka dibuatlah tabel sistem penilaian kinerja konsultan perencana bangunan gedung yang disertai dengan petunjuk pemberian skor sebagai panduan penilaian terhadap masing-masing kriteria. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, konsultan perencana dapat diklasifikasikan sesuai tingkat kinerjanya.


ASSESMENT SYSTEM OF PLANNER CONSULTANT SERVICE PERFORMANCE IN HANDLING THE BUILDING DESIGN PROJECT
Evaluation of building design consultant performance is very needed, because most strategic decisions and costs of project base on the consultant performance implementation in design document of project. Assessment system of building design consultant performance with AHP (Analytical Hierarchy Process) method, expected become as reference in the evaluation, so that it will be more detailed and measured.
Assessment criterion hierarchy of building design consultant performance got from the interview result with the expert responders have competence in the field of building design which selected by purposive random sampling technique, combine with relevant literature study result. Analysis with AHP method done to compare the importance level between criterion through comparison matrix. With eigen vector calculation, hence got the assessment weight of each criterion and subcriterion.
According to the assessment criterion hierarchy of building design consultant performance, concluded that Quality of Design Document is the most important criterion ( 41,8%), followed by Relevancy with Term Of Reference (26%), Time Planning ( 17,7%), and Design Cost (14,5%), which presented at level 2. At level 3, Consistency of Design Document is the most important criterion (global weight 13,9%), followed by Constructability of Design Document (11,3%), Accuracy of Design Document (10,6%), and so on down to the criterion have the smallest assessment wight that is Preparation Phase Goals ( 4,6%). At level 4, Consistency among Engeneering Drawing Document, Specification and Engeneer Cost Estimate is the most important subcriterion (global weight 6,9%), followed by Rational Time Schedule (5,8%), Equivalency of Remuneration Cost with Project Requirement (5,7%) and so on, down to the criterion have the smallest assessment wight that is Explanation of Construction Material ( 0,7%).
Based to assessment hierarchy have been completed with the global weight of all criterion, hence make the tables of assessment system for building design consultant performance accompanied with score manual as assessment guidance for each criterion. Based to the assessment result, building design consultant can be classified according to their performance level.

Rabu, 11 Maret 2009

The begining

syukur, akihirnya punya blog juga
tempat merefleksi masa lalu, memfokuskan masa kini & merangkai masa depan,
semoga memberi arti..