Senin, 13 April 2009

MELETAKKAN MASA DEPAN BANGSA DIATAS LEMBARAN UANG (MONEY POLITICS)


Oleh: Sunandana
Bulan April ini menjadi bulan yang spesial bagi rakyat Indonesia, pasalnya pada bulan ini terdapat dua agenda penting yang menentukan nasib bangsa yang besar ini kedepan. Ya, Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden menjadi pesta demokrasi rakyat sekaligus arena “pertarungan” para Caleg dan Capres untuk memenangkan hati rakyat.
Dari uraian tadi, kedengarannya Pemilu seperti barang berharga yang begitu mulia, tapi semulia itukah pelaksanaannya?
Mungkin sudah menjadi rahasia umum kalau perebutan suara rakyat identik dengan money politic. Upaya-upaya yang dilakukan para Caleg untuk merebut simpati, cenderung disertai dengan pemberian sejumlah materi sebagai imbalannya. Adakah caleg yang tidak bermodal? Pengerahan massa untuk kompanye, pesta pora, sumbangan, dan alat promosi sejenisnya, semuanya perlu duit. Pemilu menjadi saat yang tepat untuk berinvestasi, karena bunga investasi ini akan ditarik setiap bulan setelah dilantik menjadi wakil rakyat. Jadi hukum rimba berlaku disini, siapa yang kuat (bermodal besar) dialah yang menang, masalah kualitas tidak usah terlalu dipikirkan.
Pelaksanaan Pemilu ini membuat saya bertanya-tanya, sudah siapkah rakyat kita untuk berdemokrasi? Adanya transaksi suara secara besar-besaran membuat saya pesimis akan hal itu. Haruskah kita berdalih bahwa keadaan ekonomi yang sulit menjadi alasan untuk mengais rejeki saat Pemilu dengan cara menjual suara. Saya berpikir, para pahlawan kita hidup dengan penuh penderitaan dan merelakan jiwa raganya agar kita bisa menjadi bangsa yang merdeka, bangsa yang bermartabat. Dan sekarang kita meletakkan harkat & martabat bangsa itu diatas lembaran uang hasil penjualan suara.
Bila benar demikian, maka demokrasi dan nasionalisme hanyalah sekedar sampah di negeri ini.