Minggu, 02 Oktober 2016

PERENCANAAN PEMBANGUNAN MUSEUM SUBAK MASCETTI KABUPATEN GIANYAR

1.1.   Latar Belakang

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak, telah menguraikan secara jelas bahwa Subak merupakan organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosio agraris, religius, ekonomis, yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Warisan budaya yang ada pada Subak di Bali tidak hanya menyangkut pengaturan irigasi, namun juga ada nilai-nilai yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia.Nilai-nilai tersebut adalah nilai harmoni dan kebersamaan yang dikenal dengan konsep Tri Hita Karana, yakni keserasian dan keharmonisan hubunganantara sesama manusia, manusia dengan lingkungan alamnya, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Ditinjau dari sistem hirarki organisasi, Subak adalah organisasi petani pengelola air irigasi dalam suatu areal sawah tertentu, mendapatkan air dari suatu sumber tertentu, minimalmemiliki dan mengelola satu pura sebagai tempat persembahan (ritual keagamaan), dan bersifat otonom ke luar dan ke dalam organisasinya. Gabungan beberapa subak yang mendapat air irigasi dari satu sumber air, disebut dengan Subak Gede. Gabungan subak-subak dalam satu sungai atau lebih, disebut Subak Agung, tapi salah satu diantaranya harus dalam bentuk Subak Gede. Tidak ada hubungan struktural antara subak dengan desa, tetapi ada hubungan koordinasi. Wilayah subak bisa terdapat pada lebih dari satu desa, kecamatan, atau kabupaten (Windia,2006).
Pada Sidang  ke-36 di Tavritcheski Palace, St. Petersburg, Rusia,tanggal 29 Juni 2012, sebanyak 21 Negara anggota Komite Warisan Budaya Dunia UNESCO, secara aklamasi menetapkan Subak sebagai warisan budaya dunia.Peristiwa tersebut merupakan hal yang sangat membanggakan bagi Bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Bali,karena mampu memberikan dan mewariskan “sesuatu” kepada dunia dan umat manusia yaitusuatu budaya masyarakat Bali yang khas, spesifik, dan asli, yang terkenal dengan sebutan Sistem Irigasi Subak. UNESCO mengakui subak sebagai warisan budaya dunia, karena subak adalah sesuatu yang spesifik, merupakan budaya Bali yang asli, dan mampu berfungsi sebagai penyangga kebudayaan Bali.Dalam bahasa yang lebih umum, disebutkan bahwa subak adalah organisasi yang bersifat sosio agraris religius. Subak tidak hanya berfungsi sebagai organisasi sosial yang mengurusi masalah pertanian, namun juga melaksanakan aktivitas keagamaan. Hal inilah yang merupakan kekhasan subak. Tampaknya, tidak ada organisasi petani di dunia yang juga melakukan aktivitas keagamaan, seperti halnya subak di Bali. Oleh karena itulah, subak disebut juga sebagai penyangga kebudayaan Bali. UNESCO juga menyebutkan subak sebagai implementator dari konsep Tri Hita Karana(Windia, 2006; Perda Subak, 2012; Proposal Usulan Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia, 2010).
Saat ini sistem subak di Bali menghadapi tantangan yang luar biasa, seirama dengan semakin terpinggirkannya sektor pertanian. Pendapatan petani relatif kecil, pajak PBB yang tinggi, harga input yang mahal, harga output yang rendah pada saat panen, air irigasi semakin langka,dan permasalahan lainnya. Sementara itu, petani mulai tergoda dengan harga lahan sawah yang tinggi. Tampaknya kaum investor tak segan-segan membeli kawasan sawah dengan nilai yang tinggi, asalkan lokasinya strategis untuk membangun bisnis. Oleh karenannya, berdasarkan data BPS tahun 2010, sawah di Bali berkurang lebih dari 1000 hektar per tahun (Suamba, 2012).
Kalau kawasan sawah berkurang secara signifikan, dan air irigasi semakin langka, maka hal ini adalah pertanda nyata bahwa eksistensi subak semakin terancam. Kalau subak mulai punah, maka nilai-nilai harmoni dan kebersamaan yang ada pada subak akan semakin lenyap. Lalu kemana kita harus mencari keteladanan yang bersumber dari kearifan lokal dari sistem subak?. Museum adalah salah satu wadah yang paling tepat untuk mengabadikan esensi nilai yang terkandung dalam sistem subak di Bali. Naisbitt dan Aburdene (1990) menyatakan bahwa di masa depan museum akan menjadi tempat rekreasi yang paling penting bagi umat manusia dalam rangka mengisi nurani manusia tentang nilai-nilai yang harus diteladani, dan juga untuk membangun kebanggaan insani. Di Negara-negara maju, telah mulai terjadi pergeseran masayarakat dalam berekreasi. Mereka sudah mulai banyak beralih dari menonton olah raga, lalu mulai mengunjungi museum.
Menurut ICOM (International Council of Museums), museum adalah suatu lembaga yang bersifat permanen dan terbuka untuk umum, yang melayani kebutuhan publik dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan rekreasi. Ditinjau dari aspek yuridis, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan bahwa museum merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, atau struktur yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya atau yang bukan cagar budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat.
Menurut Sutarga dalam Seraya (1984),museum berfungsi sebagai salah satu badan yang ikut membendung, mempertahankan, memelihara dan mengamankan hasil – hasil budaya masyarakat dari kehancuran atau kemusnahan sebagai akibat dari akulturasi dan pengaruh budaya luar.Museum menjadi alat bantu meningkatkan kehidupan rakyat di bidang kebudayaan (kesenian dan kerajinan). Masuknya hasil teknologi kerajinan rakyat, dan hasil kesenian di museum dapat merangsang atau memberi dorongan kepada masyarakat dalam memajukan kebudayaan yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat.
Dalam konteks pengakuan UNESCO terhadap sistem subak sebagai warisan budaya dunia, keterpinggiran sektor pertanian/subak, dan dalam rangka mendorong masyarakat untuk mengunjungi museum sebagai sumber nilai tradisi, makadiperlukan adanya Museum Subak. Untuk wilayah Kabupaten Gianyar, Museum Subak ini rencananyaakan dibangun di Kawasan Masceti, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh. Hal ini didasarkan pada suatu realitas bahwa secara fungsional Pura Masceti tergolong sebagai Pura Swagina yang terkait dengan profesi pertanian yang didukung oleh anggota Subak sebagai penyangganya. Selain itu, rencana pendirian Museum Subak di Masceti juga mempertimbangkanaspirasi dari masyarakat Subak, potensi pengembangan wilayah dari segi alam dan budaya, serta rencana tata ruang Kabupaten Gianyar.
Museum Subak ini dirancang sebagai wahana atau pusat informasi tentang Subak. Selain itu, keberadaan Museum Subak juga diharapkan dapat memicu pengembangan pariwisata budaya dan wisata pendidikan bagi generasi muda, mendorong dilakukannya riset yang lebih mendalam tentang Subak dan merumuskan upaya transformasi Subak di era modern melalui penyerapan teknologi tanpa menghilangkan identitas sistem subaknya.

 

1.2.   Tujuan

Adapun tujuan pembangunan Museum Subak di Kawasan Masceti adalah sebagai berikut :
a.    Sebagai wahana pusat informasi tentang sistem subak yang merupakan salah satu sarana pelestarian kearifan budaya lokal dan upaya menjaga eksistensi nilai-nilai sistem subak, sebagai identitas sosial agraris masyarakat Bali.
b.    Mendukung eksistensi fungsional Pura Masceti sebagai Pura Swagina yang terkait dengan profesi pertanian, dimana anggota masyarakat Subak sebagai pengempon (penanggungjawabnya).
c.    Memicu pengembangan pariwisata budaya berbasis pendidikan tentang Subak di Kawasan Masceti, Kabupaten Gianyar.
d.    Mendorong dilakukannya riset dan upaya transformasi sistem subak di era modern, tanpa menghilangkan identitas sistem subak.
e.    Memperkaya dan memberdayakan lingkungan fisik kawasan Masceti yang terletak di wilayah selatan Kabupaten Gianyar, sebagai bagian dari upaya penyeimbangan dan pemerataan pembangunan antara wilayah Gianyar utara dan selatan, melalui pengembangan wisata spiritual yang terpadu dengan wisata alam dan wisata budaya di kawasan Masceti.

1.3.   Manfaat

Adapun manfaat dari pembangunan Museum Subak tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Sebagai wahana untuk melestarikan nilai-nilai dan keteladanan yang ada pada sistem subak di Bali.
b.    Sebagai wahana untuk membangkitkan kebanggan masyarakat terhadap budayanya, dalam upaya membendung nilai-nilai arus globalisasi yang pragmatik.
c.    Sebagaiwahana untuk melakukan perenungan tentang nilai-nilai kemanusiaan, sejarah dan kebudayaan (terkait dengan perkembangan Subak di Bali).