1.1.
Latar
Belakang
Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak, telah menguraikan secara jelas bahwa Subak merupakan
organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman
di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosio agraris,
religius, ekonomis, yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Warisan budaya yang ada pada Subak di Bali tidak hanya
menyangkut pengaturan irigasi, namun juga ada nilai-nilai yang sangat penting
bagi kehidupan umat manusia.Nilai-nilai tersebut adalah nilai harmoni dan
kebersamaan yang dikenal dengan konsep Tri
Hita Karana, yakni keserasian dan keharmonisan hubunganantara sesama manusia, manusia
dengan lingkungan alamnya, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Ditinjau dari sistem hirarki
organisasi, Subak adalah organisasi petani pengelola air irigasi dalam suatu
areal sawah tertentu, mendapatkan air dari suatu sumber tertentu, minimalmemiliki
dan mengelola satu pura sebagai tempat persembahan (ritual keagamaan), dan
bersifat otonom ke luar dan ke dalam organisasinya. Gabungan beberapa subak
yang mendapat air irigasi dari satu sumber air, disebut dengan Subak Gede.
Gabungan subak-subak dalam satu sungai atau lebih, disebut Subak Agung, tapi
salah satu diantaranya harus dalam bentuk Subak Gede. Tidak ada hubungan
struktural antara subak dengan desa, tetapi ada hubungan koordinasi. Wilayah
subak bisa terdapat pada lebih dari satu desa, kecamatan, atau kabupaten
(Windia,2006).
Pada Sidang ke-36
di Tavritcheski Palace, St. Petersburg, Rusia,tanggal 29 Juni 2012, sebanyak 21 Negara anggota Komite
Warisan Budaya Dunia UNESCO, secara aklamasi menetapkan Subak sebagai
warisan budaya dunia.Peristiwa tersebut merupakan hal yang sangat membanggakan
bagi Bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Bali,karena mampu memberikan dan
mewariskan “sesuatu” kepada dunia dan umat manusia yaitusuatu budaya masyarakat
Bali yang khas, spesifik, dan asli, yang terkenal dengan sebutan Sistem Irigasi
Subak. UNESCO mengakui subak sebagai warisan budaya dunia, karena subak adalah
sesuatu yang spesifik, merupakan budaya Bali yang asli, dan mampu berfungsi sebagai
penyangga kebudayaan Bali.Dalam bahasa yang lebih umum, disebutkan bahwa subak
adalah organisasi yang bersifat sosio agraris religius. Subak tidak hanya
berfungsi sebagai organisasi sosial yang mengurusi masalah pertanian, namun
juga melaksanakan aktivitas keagamaan. Hal inilah yang merupakan kekhasan
subak. Tampaknya, tidak ada organisasi petani di dunia yang juga melakukan
aktivitas keagamaan, seperti halnya subak di Bali. Oleh karena itulah, subak
disebut juga sebagai penyangga kebudayaan Bali. UNESCO juga menyebutkan subak
sebagai implementator dari konsep Tri
Hita Karana(Windia, 2006; Perda Subak, 2012; Proposal Usulan Subak Sebagai
Warisan Budaya Dunia, 2010).
Saat ini sistem subak di
Bali menghadapi tantangan yang luar biasa, seirama dengan semakin
terpinggirkannya sektor pertanian. Pendapatan petani relatif kecil, pajak PBB
yang tinggi, harga input yang mahal, harga output yang rendah pada saat panen,
air irigasi semakin langka,dan permasalahan lainnya. Sementara itu, petani
mulai tergoda dengan harga lahan sawah yang tinggi. Tampaknya kaum investor tak
segan-segan membeli kawasan sawah dengan nilai yang tinggi, asalkan lokasinya
strategis untuk membangun bisnis. Oleh karenannya, berdasarkan data BPS tahun
2010, sawah di Bali berkurang lebih dari 1000 hektar per tahun (Suamba, 2012).
Kalau kawasan sawah
berkurang secara signifikan, dan air irigasi semakin langka, maka hal ini
adalah pertanda nyata bahwa eksistensi subak semakin terancam. Kalau subak
mulai punah, maka nilai-nilai harmoni dan kebersamaan yang ada pada subak akan
semakin lenyap. Lalu kemana kita harus mencari keteladanan yang bersumber dari
kearifan lokal dari sistem subak?. Museum adalah salah satu wadah yang paling
tepat untuk mengabadikan esensi nilai yang terkandung dalam sistem subak di
Bali. Naisbitt dan Aburdene (1990) menyatakan bahwa di masa depan museum akan
menjadi tempat rekreasi yang paling penting bagi umat manusia dalam rangka mengisi
nurani manusia tentang nilai-nilai yang harus diteladani, dan juga untuk
membangun kebanggaan insani. Di Negara-negara maju, telah mulai terjadi pergeseran
masayarakat dalam berekreasi. Mereka sudah mulai banyak beralih dari menonton
olah raga, lalu mulai mengunjungi museum.
Menurut ICOM (International Council of Museums),
museum adalah suatu lembaga yang bersifat permanen dan terbuka untuk umum, yang
melayani kebutuhan publik dengan cara melakukan usaha pengoleksian,
mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada
masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan rekreasi. Ditinjau dari aspek
yuridis, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan
bahwa museum merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,
memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, atau struktur yang telah
ditetapkan sebagai cagar budaya atau yang bukan cagar budaya, dan
mengkomunikasikannya kepada masyarakat.
Menurut Sutarga dalam Seraya
(1984),museum berfungsi sebagai salah satu badan yang ikut membendung,
mempertahankan, memelihara dan mengamankan hasil – hasil budaya masyarakat dari
kehancuran atau kemusnahan sebagai akibat dari akulturasi dan pengaruh budaya
luar.Museum menjadi alat bantu meningkatkan kehidupan rakyat di bidang kebudayaan
(kesenian dan kerajinan). Masuknya hasil teknologi kerajinan rakyat, dan hasil
kesenian di museum dapat merangsang atau memberi dorongan kepada masyarakat
dalam memajukan kebudayaan yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat.
Dalam konteks pengakuan
UNESCO terhadap sistem subak sebagai warisan budaya dunia, keterpinggiran
sektor pertanian/subak, dan dalam rangka mendorong masyarakat untuk mengunjungi
museum sebagai sumber nilai tradisi, makadiperlukan adanya Museum Subak. Untuk
wilayah Kabupaten Gianyar, Museum Subak ini rencananyaakan dibangun di Kawasan
Masceti, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh. Hal ini didasarkan pada suatu
realitas bahwa secara fungsional Pura Masceti tergolong sebagai Pura Swagina
yang terkait dengan profesi pertanian yang didukung oleh anggota Subak sebagai
penyangganya. Selain itu, rencana pendirian Museum Subak di Masceti juga
mempertimbangkanaspirasi dari masyarakat Subak, potensi pengembangan wilayah
dari segi alam dan budaya, serta rencana tata ruang Kabupaten Gianyar.
Museum Subak ini dirancang sebagai wahana atau pusat informasi tentang
Subak. Selain itu, keberadaan Museum Subak juga diharapkan dapat memicu
pengembangan pariwisata budaya dan wisata pendidikan bagi generasi muda, mendorong dilakukannya
riset yang lebih mendalam tentang Subak dan merumuskan upaya transformasi Subak
di era modern melalui penyerapan teknologi tanpa menghilangkan identitas sistem subaknya.
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan pembangunan
Museum Subak di Kawasan Masceti adalah sebagai berikut :
a. Sebagai wahana pusat informasi tentang sistem
subak yang merupakan salah satu sarana pelestarian kearifan budaya lokal dan
upaya menjaga eksistensi nilai-nilai sistem subak, sebagai identitas sosial
agraris masyarakat Bali.
b. Mendukung
eksistensi fungsional Pura Masceti sebagai Pura Swagina yang terkait dengan
profesi pertanian, dimana anggota masyarakat Subak sebagai pengempon (penanggungjawabnya).
c. Memicu pengembangan pariwisata budaya berbasis pendidikan tentang Subak di Kawasan Masceti, Kabupaten Gianyar.
d. Mendorong dilakukannya riset dan upaya transformasi sistem subak di era modern, tanpa menghilangkan identitas sistem subak.
e. Memperkaya dan memberdayakan lingkungan fisik kawasan
Masceti yang terletak di wilayah
selatan Kabupaten Gianyar, sebagai bagian dari upaya penyeimbangan dan pemerataan
pembangunan antara wilayah Gianyar utara dan selatan, melalui pengembangan wisata spiritual yang terpadu dengan
wisata alam dan wisata budaya di kawasan Masceti.
1.3.
Manfaat
Adapun manfaat dari pembangunan
Museum Subak tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sebagai wahana untuk melestarikan nilai-nilai dan keteladanan yang ada pada
sistem subak di Bali.
b. Sebagai wahana untuk membangkitkan kebanggan
masyarakat terhadap budayanya, dalam upaya membendung nilai-nilai arus
globalisasi yang pragmatik.
c. Sebagaiwahana untuk melakukan perenungan tentang nilai-nilai
kemanusiaan, sejarah
dan kebudayaan (terkait dengan perkembangan Subak di Bali).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar