ANALISIS PEMBANGUNAN MUSEUM SUBAK KABUPATEN GIANYAR
Link Berita Terkait
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2016/11/02/progres-pembangunan-museum-subak-gianyar-cukup-baik/
http://news.baca.co.id/5889518?origin=relative&pageId=1a683315-2fee-422d-811e-69806fac6ed1&PageIndex=1
https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170102/281857233207515
http://www.katawarta.com/museum/museum-subak-segera-dibangun-di-pantai-masceti
http://www.balitv.tv/index.php/seputar-bali-terkini/item/5539-dewan-akan-awasi-pembanguan-museum-subak
1. Analisis Aspek Legal Formal
Semenjak awal kemerdekaan, pemerintah telah menempatkan museum sebagai salah satu institusi penting dalam pembangunan kebudayaan bangsa. Museum didirikan adalah untuk kepentingan pelestarian warisan budaya dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan bangsa, dan juga sebagai sarana pendidikan nonformal, oleh karena itu pemerintah menganggap bahwa museum itu menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan, pengarahan, dan pengembangannya dalam rangka pelaksanaan kebijakan politik, sosial dan ekonomi di bidang kebudayaan. Oleh karena itu, dari museum-museum di Indonesia diharapkan dapat terlaksana kegiatan fungsional yang khas bagi museum sebagai lembaga social cultural edukatif, yakni sebagai suaka peninggalan sejarah perkembangan alam, manusia dan kebudayaan, sebagai pusat dokumentasi dan informasi, sebagai pusat studi dan rekreasi, yang melayani kepentingan-kepentingan lingkungan sosial budayanya bagi usaha-usaha pencerdasan kehidupan bangsa dalam menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Tiga landasan kebijakan permuseuman di Indonesia yaitu:
a. Landasan Ideal
Landasan ideal permuseuman Indonesia adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari landasan ideal pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional, yaitu Pancasila.
b. Landasan Konstitutional
a) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31:
(1) Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.
(2) Pemerintahmengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur oleh undang-undang.
b) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32:
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Ini mengandung arti seperti tersebut dalam penjelasan pasalnya, yaitu “ Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa.Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkanatau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Pasal 18 (2):
Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, atau struktur yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya atau yang bukan cagar budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat.
Dalam penjelasan disebutkan, kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa depan.Kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan guna memperkuatpengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan nasional, memperkukuh persatuan bangga, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa.
Landasan legal formal pelestarian Subak adalah:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
c. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
d. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
e. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat, dan Lembaga Adat di Daerah.
g. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak
h. Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar No. 9 Tahun 2013 tentang Subak.
2. Analisis
Aspek Budaya
Kebudayaan Indonesia sangat
kaya dengan beraneka ragam corak budaya daerah atau budaya lokal yang memiliki
ciri khas sesuai dengan daerahnya masing-masing. Demikianlah Bali memiliki potensi budaya
lokal yang dijiwai oleh agama Hindu yang masih sangat kuat berpegang pada adat
dan tradisi. Kebudayaan daerah Bali seperti halnya daerah lainnya di Indonesia
dapat memperkaya kebudayaan Nasional Indonesia dalam rangka mengembangkan
jatidiri,serta memupuk rasa integritas bangsa, membina kepribadian dan rasa
kebangsaan nasional Indonesia.
Kebudayaan bukanlah hal yang
statis, tetapi senantiasa berkembang dinamis sebagai akibat adanya interaksi
antara manusia dengan alam lingkungannya. Perkembangan kebudayaan juga didorong
oleh faktor intern berupa perubahan pola-pikir masyarakat yang cenderung
meingininkan kehidupan lebih maju, lebih
baik dan lebih modern. Sedangkan faktor extern adalah dengan adanya
arus globalisasi serta pesatnya kemajuan teknologi mendorong percepatan
terjadinya akulturasi. Masyarakat harus selektif dalam menyerap masuknya budaya
luar agar perkembangan budaya tetap berpegang pada nilai-nilai luhur budaya
bangsa. Dalam hal ini masyarakat
memegang peranan yang sangat penting sebagai pendukung kebudayaan. Ketika masyarakat
menganggap suatu tradisi atau budaya tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kehidupan sosial masyarakat, maka tradisi atau budaya tersebut lambat laun akan
ditinggalkan. Ditengah-tengah perubahan terasebut masyarakat seharusnya tetap
memahami nilai-nilai luhur budaya yang ada dan meningkatkan apresiasi secara
baik dan benar.
Disinilah peranan Pemerintah
Daerah Kabupaten Gianyar untuk dapat memfasilitasi peningkatan pemahaman
masyarakat terhadap nilai luhur budaya daerahdan meningkastkan apresiasi budaya
masyarakat sehingga memiliki ketahanan budaya dalam membendung masuknya budaya
luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Pembangunan
Museum Subak Kabupaten Gianyar diharapkan akan dapat berperan dalam perkembangan kebudayaan di Kabupaten Gianyar
khususnya dan di Bali pada umumnya.
Warisan budaya yang ada pada
Subak di Bali tidak hanya menyangkut pengaturan irigasi, namun juga ada
nilai-nilai yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia. Nilai-nilai
tersebut adalah nilai harmoni dan kebersamaan yang dikenal dengan konsep Tri
Hita Karana, yakni keserasian dan keharmonisan hubunganantara sesama manusia,
manusia dengan lingkungan alamnya, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada Sidang ke-36 di
Tavritcheski Palace, St. Petersburg, Rusia,tanggal 29 Juni 2012, sebanyak 21
Negara anggota Komite Warisan Budaya Dunia UNESCO, secara aklamasi menetapkan
Subak sebagai warisan budaya dunia. Peristiwa tersebut merupakan hal yang
sangat membanggakan bagi Bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Bali, karena
mampu memberikan dan mewariskan “sesuatu” kepada dunia dan umat manusia yaitu
suatu budaya masyarakat Bali yang khas, spesifik, dan asli, yang terkenal
dengan sebutan Sistem Irigasi Subak. UNESCO mengakui subak sebagai warisan
budaya dunia, karena subak adalah sesuatu yang spesifik, merupakan budaya Bali
yang asli, dan mampu berfungsi sebagai penyangga kebudayaan Bali.Dalam bahasa
yang lebih umum, disebutkan bahwa subak adalah organisasi yang bersifat sosio
agraris religius. Subak tidak hanya berfungsi sebagai organisasi sosial yang
mengurusi masalah pertanian, namun juga melaksanakan aktivitas keagamaan. Hal
inilah yang merupakan kekhasan subak. Tampaknya, tidak ada organisasi petani di
dunia yang juga melakukan aktivitas keagamaan, seperti halnya subak di Bali.
Oleh karena itulah, subak disebut juga sebagai penyangga kebudayaan Bali (Windia,
2006)
Kehadiran Museum Subak
Kabupaten Gianyar sangat diperlukan sebagai wahana untuk membangkitkan
kebanggan masyarakat terhadap budayanya, dalam upaya membendung nilai-nilai arus
globalisasi yang pragmatik, serta bermanfaat sebagai wahana untuk melakukan
perenungan tentang nilai-nilai kemanusiaan, sejarah dan kebudayaan.
3.
Analisis
Aspek Sosial
Sampai saat ini, apresiasi
masyarakat terhadap museum masih sangat rendah. Sebagian masyarakat menganggap
museum hanya sebagai tempat memajang benda-benda kuna atau benda-benda antik.
Hal ini terbukti dari kecilnya jumlah pengunjung yang mendatangi museum baik
dari kalangan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum. Pada hal dalam era
globalisasi sekarang ini masyarakat
sangat membutuhkan bahkan haus dengan informasi. Dalam kondisi seperti ini
masyarakat tidak dapat sepenuhnya disalahkan tetapi museum seharusnya juga berbenah
diri agar masyarakat semakin tertarik untuk datang ke museum. Masyarakat tidak
hanya ditempatkan sebagai pengunjung yang pasif tetapi juga merupakan potensi
dalam rangka ikut berperan dalam pengembangan museum. Terjadilah interaksi
antara masyarakat pendukung kebudayaan dengan museum sebagai pusat pengembangan
kebudayaan. Benda warisan budaya sebagai koleksi museum bukanlah benda mati
tanpa makna, tetapi sarat dengan norma dan nilai. Apresiasi masyarakat akan
meningkat sejalan dengan peningkatan pemahaman terhadap norma, etika dan moral
serta nilai sosial, budaya dan agama.
Dalam perkembangan sosial
masyarakat maka pemahaman terhadap norma serta nilai juga ikut berkembang
dinamis dan beradaptasi secara positif dengan perkembangan masyarakat pada
umumnya. Adakalanya perkembangan tersebut berdampak negatif ketika terjadi
pergeseran nilai dan hilangnya nilai autentik dari warisan budaya. Disinilah
peranan museum sebagai pusat informasi dan pusat edukasi sangat diperlukan.
Oleh karena itu Museum Subak Kabupaten Gianyar harus dapat mengemas program dan
kegiatannya sedemikian rupa agar informatif, edukatif dan juga rekreatif.
4.
Analisis Aspek Lokasi
Dalam Pedoman Pendirian
Museum yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1988 disebutkan
persyaratan Lokasi Museum adalah sebagai berikut:
a.
Lokasi Museum harus strategis yakni mudah
dijangkau masyarakat umum. Pengertian strategis dalam hal ini tidak berarti
harus terletak di pusat kota melainkan yang terpenting adalah adanya kemudahan akses
menuju lokasi museum.
b.
Lokasi museum harus sehat, artinya tidak terletak
pada daerah yang pencemaran udaranya tinggi, seperti misalnya di kawasan
industri atau daerah padat transportasi.
c.
Lokasi harus terletak pada tanah yang baik, tidak
berlumpur (rawa-rawa atau kondisi lahan ekstrim lainnya).
d.
Elemen-elemen iklim pada lokasi museum memenuhi
persyaratan antara lain kelembaban berkisar antara 55% sampai dengan 65 %.
Persyaratan ini sangat penting bagi keterawatan koleksi museum.
Apabila ditinjau dari
persyaratan umum lokasi museum, maka
lokasi Kawasan Masceti sangat strategis karena mudah dijangkau dan terletak
pada zone pengembangan pariwisata budaya. Kondisi tanah di lokasi Kawasan
Masceti juga memenuhi persyaratan daya dukung tanah (bukan rawa-rawa) dengan
topografi yang relatif landai. Lingkungan sekitar Kawasan Masceti juga terbebas
dari polusi udara karena tidak ada kawasan industri disekitarnya. Ditinjau dari
kondisi elemen iklim seperti kelembaban udara, lokasi Kawasan Mascetijuga mendukung
dengan kelembaban udara sekitar 65%.
Selain persyaratan lokasi
seperti yang telah diuraikan diatas, lokasi museum juga harus sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gianyar. BerdasarkanPeraturan Daerah
Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Gianyar Tahun 2012 – 2032, Kawasan Masceti termasuk dalam Kawasan
Pariwisata Lebih. Pembangunan Museum Subak Kabupaten Gianyar di Kawasan Masceti
diharapkan dapat memicu pengembangan pariwisata budaya berbasis pendidikan
tentang Subak sertamemberdayakan lingkungan fisik kawasan Masceti yang terletak
di wilayah selatan Kabupaten Gianyar, sebagai bagian dari upaya penyeimbangan
dan pemerataan pembangunan antara wilayah Gianyar utara dan selatan, melalui
pengembangan wisata spiritual yang terpadu dengan wisata alam dan wisata
budaya.
Secara administratif,
Kawasan Masceti berada pada wilayah Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh,
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Kawasan Masceti memiliki luas sekitar 4
hektar. Lahan Kawasan Masceti ini dimiliki oleh Pura Masceti dan dikelola oleh
Panitia Pura Masceti. Yang menjadi Pengempon
(penanggungjawab) Pura Masceti adalah kumpulan lembaga Subak yang tergabung dalam
Pesedahan Yeh Pekerisan Teben, berada pada wilayah administratif Desa Medahan
dan Desa Keramas.
Area yang diperuntukan untuk
bangunan Museum Subak memiliki luas sekitar 6.000 m2. Area tersebutdirencanakan
untuk bangunan utama Museum Subak, bangunan penunjang dan area landscape pendukung
bangunan Museum Subak, sementara untuk lahan parkir menggunakan area Parkir
yang berada di sekitar Pura Masceti. Posisi site Museum Subak dapat dilihat
pada foto udara kawasan Mascetipada halaman dibawah ini.Batas-batas area site
yang diplot untuk Museum Subak adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Area Parkir Pura Masceti
Sebelah Timur : Area Parkir Pura Masceti
Sebelah Selatan : Jalur Pedestrian Pura Masceti
Sebelah barat : Jalan Pantai Masceti
Kontur tanah Kawasan Masceti
secara umum mengalami penurunan ke arah pantai. Jenis tanah pada kawasan ini
adalah jenis tanah regosol coklat kelabu, serta memiliki ordo tanah inceptisol
atau sering disebut tanah liat berpasir.Temperatur udara pada kawaan Masceti berkisar antara 22
- 340C, dengan kelembapan udara sekitar 65%-80%. Curah hujan
rata-rata berkisar antara 0-1000 mm/tahun. Kecepatan angin rata-rata antara 3 –
8,2 km/jam dan evapotranspirasi tahunan antara 1700-1780 mm. Kawasan Masceti
memiliki jenis air permukaan yang berupa sungai kecil. Sungai yang mengalir
sepanjang tahun pada kawasan ini adalah percabangan hilir dari Sungai
Pekerisan. Air sungai tersebut dimanfaatkan masyarakat Subak untuk kepentingan
irigasi persawahan.
Pantai
Masceti memiliki kondisi arus laut dengan kecepatan rata-rata 40 cm/detik.
Pantai Masceti memiliki pola pasang surut yang mirip dengan dengan Pantai Sanur
dan Nusa Dua, yaitu pola diurnal, dengan dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari. Air pasang tertinggi biasanya terjadi pada bulan November dan
Desember. Untuk mangantisipasi abrasi, di sepanjang pesisir Pantai Masceti
telah dibangun konstruksi senderan penahan abrasi dan jalur pedestrianoleh
Kementerian Pekerjaan Umum RI.
5. Analisis
Aspek Pariwisata
Kawasan Masceti merupakan
kawasan yang memiliki fungsi strategis yang perlu dijaga eksistensinya,
dilestarikan dan dikembangkan, yaitu sebagai tempat melakukan kegiatan ritual agama
Hindu, serta sebagai tempat pengembangan wisata alam dan spiritual dengan
perpaduan panorama pantai dengan area persawahan yang indah.
Dalam kaitannya dengan
kegiatan ritual keagamaan, Kawasan Pantai Masceti sangat sering dijadikan
tempat pelaksanaan upacara keagamaan oleh umat Hindu dari berbagai desa di Kabupaten
Gianyar pada khususnya dan Bali pada umumnya. Dalam Kawasan Masceti terdapat
Pura Masceti yang merupakan Pura Swagina (terkait dengan profesi pertanian yang
diorganisir oleh lembaga Subak).
Kawasan Pantai Masceti
memiliki potensi pengembangan pariwisata yang unik dengan prospek yang cukup
menjanjikan yaitu kombinasi antara wisata spiritual, wisata budaya, dan wisata
alam/pantai yang disinergikan berdasarkan hirarki kegiatannya. Berdasarkan
Surat Keputusan Bupati Gianyar tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Pariwisata Lebih tahun 2002-2012, beberapa kawasan pantai yang akan dikembangkan
sebagai obyek wisata antara lain Pantai Biaung, Pantai Gumicik, Pantai Purnama,
Pantai Saba, Pantai Masceti, Pantai Lebih dan Pantai Siyut. Proses Penataan
Kawasan Pantai Masceti perlu dilanjutkan sehingga menjadi tempat yang
representatif untuk mewadahi aktivitas wisata seperti yang telah disebutkan
diatas. Kombinasi yang harmonis antara wisata budaya bernuansa spiritual dengan
wisata alam/pantai diharapkan dapat menjaga eksistensi budaya lokal, memberikan
peningkatan kualitas spiritual, sekaligus membuka kesempatan usaha pengembangan
ekonomi kerakyatan bagi masyarakat lokal. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan
Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya, dimana
pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan
kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya.
Pencapaian atau aksesabilitas untuk menuju ke kawasan
Masceti cukup mudah dan lancar karena jarak pencapaian dari pusat-pusat kota
tidak terlalu jauh dan jalur akses menuju kawasan juga cukup banyak. Ditinjau
berdasarkan letak geografis dan pencapaian, kawasan Masceti berada pada posisi
yang strategis yaitu terletak pada jalur kawasan pariwisata yang merupakan
penghubung antara kawasan pariwisata Nusa Dua dan Kuta di Badung, Sanur di
Denpasar dengan kawasan pariwisata Candidasa di Karangasem. Hal ini tentunya
merupakan suatu potensi, dimana nantinya kawasan Masceti diharapkan dapat
menjadi stop over(tempat wisata
persinggahan) antara dua kawasan pariwisata tersebut.
Dengan adanya segenap
potensi seperti yang telah diuraikan diatas, maka perlu dilakukan suatu usaha
penataan Kawasan Masceti untuk meningkatkan kualitas lingkungan, fungsional dan
estetika kawasan, salah satunya melalui Pembangunan Museum Subak Kabupaten
Gianyar. Adanya Pantai Masceti dengan keindahan panorama alamnya, Pura Masceti
sebagai bagian dari Pura Subak dengan nuansa religiusnya, dan Museum Subak
sebagai wahana pelestarian budaya, merupakan perpaduan yang harmonis antara
wisata alam, wisata spiritual dan wisata budaya, sesuai dengan tatanan hirarki
kegiatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar